Noda-Noda
Multikulturalisme Mengancam Bangsa Indonesia
"Rambut
kami berbeda, keriting, kulit kita berbeda dengan Indonesia dengan orang Solo
orang Jawa. Kami tidak cocok dengan orang Indonesia,".
Begitulah ucapan salah seorang mahasiswa dimana ia
merasa bukan sebagai bangsa Indonesia karena perbedaan ras. Hal itu tidak
mencerminkan sikap multikulturalisme sebagai bangsa Indonesia yang mengakui
kebhinekaan.
Mungkin
beberapa dari kita sendiri juga masih bertanya-tanya. Sebenarnya siapa yang disebut
bangsa Indonesia? Apa yang menyatukan suku-suku dan ras-ras di nusantara ini
sebagai bangsa Indonesia?
=====================
Menurut
Otto Beuer “bangsa merupakan sekelompok manusia yang memiliki persamaan
karakter atau perangai yang timbul karena persamaan nasib dan pengalaman
sejarah budaya yang tumbuh dan berkembang bersama bangsa tersebut”.
=====================
Persamaan
nasib dan sejarah adalah faktor yang menyatukan berbagai suku, ras, dan agama
yang ada di Indonesia dulu. Jika kita tengok sejarah maka wilayah Indonesia
sekarang ini adalah wilayah bekas pendudukan penjajah Belanda. Persamaan nasib
sebagai bangsa yang terjajah oleh pemerintah Belanda dan sejarah perlawanannya
untuk mencapai tujuannya yaitu memperoleh kemerdekaan sebagai bangsa dan negara
Indonesia yang berdaulat. Sehingga yang harus ditekankan adalah bangsa
Indonesia ini bukan bangsa yang berdasarkan atas persamaan ras, warna kulit,
ataupun jenis rambut. Sehingga tak perlu dirisaukan soal perbedaan jenis
rambut, dan warna kulit.
Jadi,
bangsa Indonesia adalah seluruh kelompok ras, suku, dan agama yang mendiami
wilayah Nusantara dengan persamaan nasib sebagai bangsa yang pernah terjajah
dan sejarah perjuangannya melawan penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan
dari ancaman yang dilakukan oleh pemerintah Belanda.
Bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang mengakui adanya keanekaragaman. Para pendiri negara
ini pun juga menyadarinya. Oleh karena itu untuk menjaga persatuan dan kesatuan
dari negara ini, maka jadilah semboyan negara ini bhineka tunggal ika. Artinya
walau berbeda-beda suku, ras, etnis, budaya, dan agama tetapi tetap satu yaitu
sebagai bangsa Indonesia.
Menengok
ke belakang didapati bahwa manusia-manusia Indonesia yang ada sekarang ini
dulunya datang dari berbagai penjuru dunia. Sebut saja Arab, Yunan, Cina,
Semenanjung Melayu, Afrika, dan lain-lain. Masing-masing dari mereka tetap
membawa budaya mereka masing-masing. Kemudian mereka bersama-sama tinggal dan
menempati tempat yang sama dan saling berdampingan.
Uniknya walau mereka berasal
dari berbagai macam asal-usul namun mereka tetap dapat hidup berdampingan tanpa
terjadinya clash walau budaya mereka
saling berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa jiwa multikulturalisme sudah ada pada
dalam diri cikal bakal manusia-manusia bangsa Indonesia, jauh sebelum bangsa
dan negara Indonesia sendiri ada.
Multikulturalisme sendiri adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun
kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap adanya
keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan
masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang
mereka anut.
Sikap
multikulturlisme para pendahulu bangsa Indonesia inilah yang kemudian melahirkan
akulturasi dan asimilasi yang dapat berdampingan dalam kebudayaan Indonesia
Baik akulturasi maupun asimilasi telah menghasilkan berbagai macam variasi dan keanekaragaman budaya di Indonesia yang menjadi ciri khas daerah tertentu, namun tetap mlik bersama sebagai bangsa Indonesia. Contoh akulturasi adalah Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan India, kebudayaan Indonesia, dan lain-lain. Demikian juga musik keroncong yang merupakan perpaduan antara musik Portugis dan musik Indonesia. Sedangkan contoh asimilasi yaitu setelah kedatangan Islam ke Jawa, dan membawa paham monoteisme, lambat laun mengikis habis kepercayaan-kepercayaan lokal, yang masih menyakini adanya dewa-dewa dan dayang desa yang diekspresikan dalam bentuk upacara-upacara keagamaan lokal seperti: bersi desa, nyadran, tingkepan, dan lain-lain. Kalaupun upacara itu masih dijalankan, tetapi isinya sudah didominasi ajaran Islam. Kepercayaan-kepercayaan lokal itu, sekarang sudah diganti dengan hanya beriman kepada Allah yang maha esa, sehingga upacara-upacara itu telah digantikan dalam bentuk peribadatan menurut ajaran Islam. Proses hilangnya kepercayan-kepercayaan asli tersebut melalui proses yang panjang, dengan interaksi yang intensif antara Islam dan kebudayaan jawa. Proses tersebut bahkan sampai sekarang masih terus berlangsung setelah berjalan enam abad lebih. Upacara sesaji dan slametan sudah jarang dilakukan, diganti dengan sholat sunat dan ibadah-ibadah lain menurut ajaran Islam.
Pemaparan di atas menunjukkan betapa para nenek moyang bangsa ini sudah sangat menghargai multikulturalisme. Namun seiring berjalannya waktu berubah juga pandangan para penerus bangsa. Walau sebagian besar masih memegang teguh multikulturalisme namun jika dibiarkan maka akan lebih banyak celah yang terjadi dan menyebabkan clash.
Pandangan multikulturalisme seakan menjadi tututan
di zaman yang serba menuntut demokrasi ini. Tapi disisi lain juga semakin
tergerus oleh sifat individualis yang merupakan pengaruh globalisasi di segala
sisi kehidupan. Pada era globalisasi seperti sekarang ini persaingan semakin
ketat. Orang lebih memikirkan dirinya sendiri karena orang yang tidak dapat
bersaing akan tersingkir.
Selain masalah individualisme yaitu juga terkait
masalah pendidikan. Semakin rendah pendidikan orang semakin mudah pula ia
menyalahkan orang lain tanpa mengetahui ilmu pastinya. Sebaliknya semakin
tinggi ilmu seseorang akan semakin ia menghargai suatu perbedaan.
Multikulturalisme bukan saja ditunjukkan dengan
keberagaman kebudayaan, adat, dan kesenian daerah. Tapi juga bisa ditunjukkan
dengan adanya toleransi. Masyarakat yang multikultural tentunya memiliki sikap
toleran. Toleransi berarti menghargai atau melarang suatu bentuk diskriminasi
terhadap sesuatu yang berbeda. Jadi toleransi bisa dibilang merupakan
aktualisasi dari multikulturalisme.
Sayangnya tidak setiap orang bangsa ini mengerti
mengenai bangsanya yang multikulturalisme. Sehingga baik sengaja ataupun tidak
sengaja mereka telah menodai multikulturalisme di Indonesia
Tindakan penodaan terhadap multikulturalisme oleh bangsa Indonesia
sendiri ditunjukkan oleh beberapa contoh kasus berikut:
1) Saling menyalahkan dalam urusan agama, bahkan mengkafirkan saudara seagamanya hanya karena beda aliran.2) Tawuran. Tawuran yaitu perkelahian dan persilisihan yang melibatkan kontak fisik bahkan dengan senjata. Fenomena ini terkadang ditampakkan oleh para pelajar atau supporter sepakbola. Sungguh miris bahwa para generasi penerus bangsa ini saling adu pukul hanya karena gengsi, dendam, dan beda almamater.3) Mencemooh pemain timnas sendiri. Parahnya fanatisme supporter terhadap klub atau tim yang mereka dukung mereka bawa hingga tingkat dimana semua pemain dan penonton menjadi satu sebagai timnas Indonesia. Kejadian ini terjadi pada 11 Mei 2014 dimana penonton yang sebagian merupakan supporter tim Persija menyoraki, meneriaki, & mencemooh beberapa pemain timnas Indonesia yang bermain untuk klub Persib Bandung. Sebagai sesama bangsa Indonesia seharusnya mereka para penonton mampu menjadi pemain tambahan bagi mereka yang bertanding di lapangan.4) Menghina ajaran agama lain di situs-situs online. Di dunia nyata memang tak terlalu tampak. Tapi, begitu kita berselancar di dunia maya maka akan banyak kita temukan hal-hal yang demikian. Salah satunya bisa ditengok pada situs atau forum tanya jawab sebut saja namanya y!a.
5) Konflik Maluku 1999-2002 adalah salah satu kasus diskriminasi paling mengerikan setelah reformasi. Dimana konflik yang berlatar belakang agama itu memakan korban hingga lebih dari 8000 jiwa dalam empat tahun.6) Konflik Sampit yang berlatar belakang etnis, yakni antara Dayak dan Madura, telah menyebabkan 469 orang meninggal dunia dan 108.000 orang mengungsi. Rentang konfliknya pun mencapai 10 hari. Konflik yang mencekam itu terjadi pada Februari 2001 di Kalimantan Tengah.
7) Pemaksaaan pendapat pada saat rapat. Hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut tidak menghargai perbedaaan. Hal-hal seperti ini juga kadang masih terjadi bahkan di tingkat rapat dewan perwakilan rakyat.8) Gerakan separatis dan pemberontakan. Gerakan ini muncul karena ketidakpuasan atas apa yang diperolehnya dan dilakukan oleh sekelompok orang. Beberapa dari mereka mengatasnamakan ras/etnis, serta agama tertentu. Beberapa lagi memaksakan pahamnya kepada orang lain. Mereka memilih untuk menjadi lebih monokulturalise. Contohnya: DI, NII, PKI, OPM, GAM, dan RMS.
Berkaca dari kasus-kasus nyata di atas menunjukkan bahwa gejala-gejala disintegerasi telah banyak terjadi dan jika tidak disikapi dengan baik dapat memicu berbagai konflik lainnya yang berujung perpecahan.
Perlunya kembali untuk menengok sejarah serta
memberikan pengajaran yang terbaik sebagai bekal untuk calon penerus bangsa
agar memiliki multikulturalisme dan dapat menjaga kesatuan Indonesia serta
tidak menjatuhkan harkat dan martabat bangsanya sendiri. Sejarah mengatakan
bahwa cikal bakal bangsa Indonesia memiliki toleransi yang tinggi dan memiliki
persamaan tujuan. Jika dulu tujuannya adalah untuk merdeka maka sekarang tujuan
kita untuk menjadi seperti apa yang dicita-citakan oleh para pendiri negara ini
menjadikan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Tidak akan
bisa bersatu, berdaulat, adil dan makmur jika banyak yang mengandalkan egoisme
bukannya toleransi. Maka dari itu perlunya bangsa Indonesia yang beraneka ragam
ini memiliki pandangan multikulturalisme agar tidak terpecah belah.
Terpecahnya Indonesia merupakan sebuah kerugian yang
besar bagi bangsa Indonesia. Keanekaragaman yang ada bisa berkurang. Bagaimana
tidak, setiap daerah memiliki bahasa, rumah adat, kesenian, sukunya
sendiri-sendiri. Jika sampai ada yang memisahkan diri maka akan mengurangi
keanekaragaman bangsa Indonesia. Padahal keanekaragaman itu merupakan kekayaan
yang tak ternilai harganya. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya bangsa negara
lain yang ingin mengklaimnya, mempelajarinya. Selain itu juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk datang ke
Indonesia.
Kemultikulturalismean penting untuk menjaga keutuhan
negara Indonesia. Dengan sikap saling menghargai perbedaan maka setiap orang
akan merasa nyaman dan terhindar dari rasa takut akan intimidasi, sehingga
tidak akan menyebabkan konflik dan pemberontakan kultural.
Jadi, kita perlu menjaga sikap multikulturalisme seperti
yang dicontohkan oleh para nenek moyang kita yang telah menghasilkan beraneka
ragam kekayaan budaya di Indonesia agar bangsa Indonesia tetap utuh dan bermartabat
di mata dunia, dipandang sebagai bangsa yang menjunjung multikulturalisme. Selain
itu kita juga harus dapat menjaga dan mencintai keanekaragaman yang kita miliki
sebagai warisan dan kekayaan bangsa Indonesia.
Sumber: Tugas ISBD
Daftar
Pustaka
Riry Rizkiyah. “Genosida antar Etnis (1)”. 8 Oktober
2015. http://notsoresearch.blogspot.co.id/2014/03/genosida-antar-etnis.html
Sabrina Asril.”Lima Kasus Diskriminasi Terburuk
Pascareformasi”. 7 Oktober 2015. http://nasional.kompas.com/read/2012/12/23/15154962/Lima.Kasus.Diskriminasi.Terburuk.Pascareformasi.
Wikipedia.”Akulturasi”. 7Oktober
2015. https://id.wikipedia.org/wiki/Akulturasi
Wikipedia.”Asimilasi (sosial)”. 7Oktober 2015. https://id.wikipedia.org/wiki/Asimilasi_%28sosial%29
Wiwik Setyaningsih. “Konflik Maluku Tahun 1999 -
2002”. 7 Oktober 2015.
http://wiwikpramudya.blogspot.co.id/2014/06/konflik-maluku-tahun-1999-2002.html
Zona Siswa. “Pengertian Bangsa”. 7 Oktober 2015.
http://www.zonasiswa.com/2014/07/pengertian-bangsa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar